Maret 09, 2013

6- 15 Maret 2010. Kenangan yang tak terlupakan sepanjang hidup.
Ini dia kisahnya ... Kisah seseorang yang tak akan hilang dari ingatanku.
Tentu dia ingat tanggal ini, dimana dia untuk kesekian kalinya turun ke pertandingan salah satu cabang olahraga. Salah satu event olahraga Kabupaten Kebumen, sebuah ajang bergengsi untuk diikuti pelajar-pelajar di Kabupaten Kebumen. Hadiahnya cukup membanggakan, sehingga semua peserta berlomba-lomba memperebutkannya. Ini berawal saat di kelas VII SMP, dia memutuskan untuk mengikuti salah satu ekskul di sekolahnya. Ya jarang sekali perempuan sepertinya mengikuti ekskul seperti ini, tapi inilah keputusannya dengan mempertimbangkan berbagai resiko yang harus ia hadapi. Dia berlatih setiap hari selasa dan kamis. Dia berusaha semaksimal mungkin untuk menghadapi event-event seperti itu. Jauh-jauh hari menjelang event besar ini, pak Guru menyeleksi anak-anak untuk mengikutinya. Dari sekian banyak anggota, dia menjadi salah satu yang terpilih mewakili sekolahnya. Saat itu, ada banyak peserta dari kontingen sekolahnya, sekitar 20 anak. Perjuangan dimulai dari sini. Beberapa bulan menjelang event lomba, latihan terus digencarkan. Dari pagi sampe sore, hari ini, lusa, dan besok nya lagi, ah begitu melelahkan katanya. Belum lagi dia harus menghindari makanan yang dapat membuatnya drop. Dia ingat betul ketika pak Guru melarangnya minum es, Nanti kamu tidak kuat di matras hijau itu, kata beliau. Padahal dia suka sekali dengan es. Setiap mau ke kantin dia selalu ingin minum es, tapi melihat larangan ini, dia tak berani minum es. Dia begitu lugu, tak berani melanggar aturan. Dia juga tidak diijinkan makan buah melon, pisang ambon, dan harus memperbanyak makan sayuran seperti kluban, pecel, dan lainnya. Lari keliling desa, lompat, olahraga adalah makanan tiap hari baginya, sampai beberapa keluarganya pun sempat tak tega melihatnya begitu lelah menjalankan rutinitas seperti ini. ‘Tenang saja, rutinitas seperti ini hanya dilakukan beberapa bulan menjelang event itu, setelah itu aku juga akan kembali seperti biasanya’. Hal ini yang membuat orang-orang disekitarnya merasa sedikit lega meskipun sebenarnya tak tega. Waktu tidak lama lagi, event itu semakin mendekat. Ada perasaan takut, tidak percaya diri, nerveos, atau apalah. Singkat cerita, sehari menjelang pertandingan, pendaftaran peserta pun dibuka. Peserta berdatangan dari berbagai penjuru kecamatan. Banyak sekali lawanku, pikirnya. Tapi sosok pembina selalu ada saat anak didiknya merasa down. Semangat. Penimbangan pun dilakukan untuk menentukan kelas mana yang akan dimasuki. Saat itu dia memiliki berat badan 47 kg. Dia masuk kelas J putri, kelas berat ternyata.
Never mind. Sepulang pendaftaran mereka kembali ke sekolah, disana mereka menerima petuah-petuah dari sang pembina. Esok harinya mereka berangkat ke tempat pertandingan. Sesampainya disana, merka langsung ribut melihat berapa banyak lawannya siapa lawannya. Dia langsung mencari namanya tepat di kolom J Putri. Disana ada namanya, dan dilihat ada 7 peserta yang harus ia kalahkan. ‘Kau pasti bisa dapat juara, lihat kamu harus memenangkan tiga pertandingan kamu akan masuk final’. Energi positif mengalir di dirinya. Pertandingan dimulai sekitar pukul delapan. Satu persatu peserta bertanding, hasilnya ada yang lolos babak selanjutnya, ada yang harus berhenti pada saat itu juga. Tibalah saatnya di harus bertanding. Setengah jam sebelum pertandingan atau sekitar 4 pertandingan sebelumnya dia harus melakukan pemanasan dan persiapan. Satu pertandingan sebelumnya, dia dan lawannya harus menimbang ulang. Masih sesuai kelas. Berganti pakaian atlet, sedia minum, kotak P3K, dan sebagainya. Dia tak lupa meminta maaf dan dukungan dari teman-temannya, termasuk aku. Aku akan selalu ada untuknya. Ketika namanya dipanggil dia langsung menuju matras hijau. Lihatlah, wajahnya begitu menenangkan, yang sebenarnya adalah dia takut, grogi, tidak pede, bergabung jadi satu, tapi itulah dia, wajah yang sesungguhnya, wajah yang menenangkan. Pertandingan dimulai. Selama pertandingan, aku tak melepaskan pandanganku darinya. Dia begitu lincah, gesit, keras. Sebuah pukulan mendarat di tubuhnya, tidak apa, dia pasti kuat. Beberapa waktu berlalu, saatnya pengumuman pemenang. Hai, dia menampakkan wajahnya yang asli. Namanya keluar sebagai pemenang pada pertandingan kali ini. Aku lihat senyum bahagianya, tak henti-hentinya dia mengucapkan syukur kepada Tuhan. Aku tak lupa mengucapkan selamat kepadanya, bahkan aku yang pertama kali mengucapkannya. Aku tak ingin ada orang lain mendahuluiku. Satu pertandingan terlewati, masih ada 2 pertandingan yang harus dilaluinya. Singkat cerita di pertandingan kedua, dia menang lagi, lolos ke babak selanjutnya. Perempat final. Pertandingan ketiga, saat yang paling menentukan apakah dia masuk final atau berhenti sebagai juara ketiga atau keempat. Dia kelelahan, wajahnya tak meyakinkan. Anggota lainnya khawatir akan kesehatannya. Teman-temannya menanyakan apakah dia siap menghadapi ini?, mereka tidak yakin dengan kondisinya saat itu. Tapi tahukah kamu, apa keputusan yang dia ambil? Tepat sekali, dia memutuskan untuk tetap bertanding. Aku sepenuhnya percaya padanya, dan mendukungnya. Sama seperti pertandingan sebelumnya, dia harus mempersiapkan segala sesuatunya. Ya, namanya dipanggil untuk terjun di matras hijau. Pertandingan yang melelahkan untuknya, disaat kondisinya kurang fit, tapi dia tetap memaksakan kehendaknya, dia yakin dengan dirinya. Aku begitu bahagia ketika namanya disebutkan untuk memastikan dia masuk babak final. Lihatlah, senyumnya pada saat itu. Lolosnya dia ke babak final diikuti beberapa anggota dari SMP nya yang juga lolos babak final. Esok hari. Dia pulang dengan langkah gontai, aku tahu itu. Sesampainya di rumah, “bruk” dia ambruk dan terjatuh...
Waaaaa!

-catatan Eno-

6- 15 Maret 2010. Kenangan yang tak terlupakan sepanjang hidup.
Ini dia kisahnya ... Kisah seseorang yang tak akan hilang dari ingatanku.
Tentu dia ingat tanggal ini, dimana dia untuk kesekian kalinya turun ke pertandingan salah satu cabang olahraga. Salah satu event olahraga Kabupaten Kebumen, sebuah ajang bergengsi untuk diikuti pelajar-pelajar di Kabupaten Kebumen. Hadiahnya cukup membanggakan, sehingga semua peserta berlomba-lomba memperebutkannya. Ini berawal saat di kelas VII SMP, dia memutuskan untuk mengikuti salah satu ekskul di sekolahnya. Ya jarang sekali perempuan sepertinya mengikuti ekskul seperti ini, tapi inilah keputusannya dengan mempertimbangkan berbagai resiko yang harus ia hadapi. Dia berlatih setiap hari selasa dan kamis. Dia berusaha semaksimal mungkin untuk menghadapi event-event seperti itu. Jauh-jauh hari menjelang event besar ini, pak Guru menyeleksi anak-anak untuk mengikutinya. Dari sekian banyak anggota, dia menjadi salah satu yang terpilih mewakili sekolahnya. Saat itu, ada banyak peserta dari kontingen sekolahnya, sekitar 20 anak. Perjuangan dimulai dari sini. Beberapa bulan menjelang event lomba, latihan terus digencarkan. Dari pagi sampe sore, hari ini, lusa, dan besok nya lagi, ah begitu melelahkan katanya. Belum lagi dia harus menghindari makanan yang dapat membuatnya drop. Dia ingat betul ketika pak Guru melarangnya minum es, Nanti kamu tidak kuat di matras hijau itu, kata beliau. Padahal dia suka sekali dengan es. Setiap mau ke kantin dia selalu ingin minum es, tapi melihat larangan ini, dia tak berani minum es. Dia begitu lugu, tak berani melanggar aturan. Dia juga tidak diijinkan makan buah melon, pisang ambon, dan harus memperbanyak makan sayuran seperti kluban, pecel, dan lainnya. Lari keliling desa, lompat, olahraga adalah makanan tiap hari baginya, sampai beberapa keluarganya pun sempat tak tega melihatnya begitu lelah menjalankan rutinitas seperti ini. ‘Tenang saja, rutinitas seperti ini hanya dilakukan beberapa bulan menjelang event itu, setelah itu aku juga akan kembali seperti biasanya’. Hal ini yang membuat orang-orang disekitarnya merasa sedikit lega meskipun sebenarnya tak tega. Waktu tidak lama lagi, event itu semakin mendekat. Ada perasaan takut, tidak percaya diri, nerveos, atau apalah. Singkat cerita, sehari menjelang pertandingan, pendaftaran peserta pun dibuka. Peserta berdatangan dari berbagai penjuru kecamatan. Banyak sekali lawanku, pikirnya. Tapi sosok pembina selalu ada saat anak didiknya merasa down. Semangat. Penimbangan pun dilakukan untuk menentukan kelas mana yang akan dimasuki. Saat itu dia memiliki berat badan 47 kg. Dia masuk kelas J putri, kelas berat ternyata.
Never mind. Sepulang pendaftaran mereka kembali ke sekolah, disana mereka menerima petuah-petuah dari sang pembina. Esok harinya mereka berangkat ke tempat pertandingan. Sesampainya disana, merka langsung ribut melihat berapa banyak lawannya siapa lawannya. Dia langsung mencari namanya tepat di kolom J Putri. Disana ada namanya, dan dilihat ada 7 peserta yang harus ia kalahkan. ‘Kau pasti bisa dapat juara, lihat kamu harus memenangkan tiga pertandingan kamu akan masuk final’. Energi positif mengalir di dirinya. Pertandingan dimulai sekitar pukul delapan. Satu persatu peserta bertanding, hasilnya ada yang lolos babak selanjutnya, ada yang harus berhenti pada saat itu juga. Tibalah saatnya di harus bertanding. Setengah jam sebelum pertandingan atau sekitar 4 pertandingan sebelumnya dia harus melakukan pemanasan dan persiapan. Satu pertandingan sebelumnya, dia dan lawannya harus menimbang ulang. Masih sesuai kelas. Berganti pakaian atlet, sedia minum, kotak P3K, dan sebagainya. Dia tak lupa meminta maaf dan dukungan dari teman-temannya, termasuk aku. Aku akan selalu ada untuknya. Ketika namanya dipanggil dia langsung menuju matras hijau. Lihatlah, wajahnya begitu menenangkan, yang sebenarnya adalah dia takut, grogi, tidak pede, bergabung jadi satu, tapi itulah dia, wajah yang sesungguhnya, wajah yang menenangkan. Pertandingan dimulai. Selama pertandingan, aku tak melepaskan pandanganku darinya. Dia begitu lincah, gesit, keras. Sebuah pukulan mendarat di tubuhnya, tidak apa, dia pasti kuat. Beberapa waktu berlalu, saatnya pengumuman pemenang. Hai, dia menampakkan wajahnya yang asli. Namanya keluar sebagai pemenang pada pertandingan kali ini. Aku lihat senyum bahagianya, tak henti-hentinya dia mengucapkan syukur kepada Tuhan. Aku tak lupa mengucapkan selamat kepadanya, bahkan aku yang pertama kali mengucapkannya. Aku tak ingin ada orang lain mendahuluiku. Satu pertandingan terlewati, masih ada 2 pertandingan yang harus dilaluinya. Singkat cerita di pertandingan kedua, dia menang lagi, lolos ke babak selanjutnya. Perempat final. Pertandingan ketiga, saat yang paling menentukan apakah dia masuk final atau berhenti sebagai juara ketiga atau keempat. Dia kelelahan, wajahnya tak meyakinkan. Anggota lainnya khawatir akan kesehatannya. Teman-temannya menanyakan apakah dia siap menghadapi ini?, mereka tidak yakin dengan kondisinya saat itu. Tapi tahukah kamu, apa keputusan yang dia ambil? Tepat sekali, dia memutuskan untuk tetap bertanding. Aku sepenuhnya percaya padanya, dan mendukungnya. Sama seperti pertandingan sebelumnya, dia harus mempersiapkan segala sesuatunya. Ya, namanya dipanggil untuk terjun di matras hijau. Pertandingan yang melelahkan untuknya, disaat kondisinya kurang fit, tapi dia tetap memaksakan kehendaknya, dia yakin dengan dirinya. Aku begitu bahagia ketika namanya disebutkan untuk memastikan dia masuk babak final. Lihatlah, senyumnya pada saat itu. Lolosnya dia ke babak final diikuti beberapa anggota dari SMP nya yang juga lolos babak final. Esok hari. Dia pulang dengan langkah gontai, aku tahu itu. Sesampainya di rumah, “bruk” dia ambruk dan terjatuh...
Waaaaa!

-catatan Eno-

6- 15 Maret 2010. Kenangan yang tak terlupakan sepanjang hidup.
Ini dia kisahnya ... Kisah seseorang yang tak akan hilang dari ingatanku.
Tentu dia ingat tanggal ini, dimana dia untuk kesekian kalinya turun ke pertandingan salah satu cabang olahraga. Salah satu event olahraga Kabupaten Kebumen, sebuah ajang bergengsi untuk diikuti pelajar-pelajar di Kabupaten Kebumen. Hadiahnya cukup membanggakan, sehingga semua peserta berlomba-lomba memperebutkannya. Ini berawal saat di kelas VII SMP, dia memutuskan untuk mengikuti salah satu ekskul di sekolahnya. Ya jarang sekali perempuan sepertinya mengikuti ekskul seperti ini, tapi inilah keputusannya dengan mempertimbangkan berbagai resiko yang harus ia hadapi. Dia berlatih setiap hari selasa dan kamis. Dia berusaha semaksimal mungkin untuk menghadapi event-event seperti itu. Jauh-jauh hari menjelang event besar ini, pak Guru menyeleksi anak-anak untuk mengikutinya. Dari sekian banyak anggota, dia menjadi salah satu yang terpilih mewakili sekolahnya. Saat itu, ada banyak peserta dari kontingen sekolahnya, sekitar 20 anak. Perjuangan dimulai dari sini. Beberapa bulan menjelang event lomba, latihan terus digencarkan. Dari pagi sampe sore, hari ini, lusa, dan besok nya lagi, ah begitu melelahkan katanya. Belum lagi dia harus menghindari makanan yang dapat membuatnya drop. Dia ingat betul ketika pak Guru melarangnya minum es, Nanti kamu tidak kuat di matras hijau itu, kata beliau. Padahal dia suka sekali dengan es. Setiap mau ke kantin dia selalu ingin minum es, tapi melihat larangan ini, dia tak berani minum es. Dia begitu lugu, tak berani melanggar aturan. Dia juga tidak diijinkan makan buah melon, pisang ambon, dan harus memperbanyak makan sayuran seperti kluban, pecel, dan lainnya. Lari keliling desa, lompat, olahraga adalah makanan tiap hari baginya, sampai beberapa keluarganya pun sempat tak tega melihatnya begitu lelah menjalankan rutinitas seperti ini. ‘Tenang saja, rutinitas seperti ini hanya dilakukan beberapa bulan menjelang event itu, setelah itu aku juga akan kembali seperti biasanya’. Hal ini yang membuat orang-orang disekitarnya merasa sedikit lega meskipun sebenarnya tak tega. Waktu tidak lama lagi, event itu semakin mendekat. Ada perasaan takut, tidak percaya diri, nerveos, atau apalah. Singkat cerita, sehari menjelang pertandingan, pendaftaran peserta pun dibuka. Peserta berdatangan dari berbagai penjuru kecamatan. Banyak sekali lawanku, pikirnya. Tapi sosok pembina selalu ada saat anak didiknya merasa down. Semangat. Penimbangan pun dilakukan untuk menentukan kelas mana yang akan dimasuki. Saat itu dia memiliki berat badan 47 kg. Dia masuk kelas J putri, kelas berat ternyata.
Never mind. Sepulang pendaftaran mereka kembali ke sekolah, disana mereka menerima petuah-petuah dari sang pembina. Esok harinya mereka berangkat ke tempat pertandingan. Sesampainya disana, merka langsung ribut melihat berapa banyak lawannya siapa lawannya. Dia langsung mencari namanya tepat di kolom J Putri. Disana ada namanya, dan dilihat ada 7 peserta yang harus ia kalahkan. ‘Kau pasti bisa dapat juara, lihat kamu harus memenangkan tiga pertandingan kamu akan masuk final’. Energi positif mengalir di dirinya. Pertandingan dimulai sekitar pukul delapan. Satu persatu peserta bertanding, hasilnya ada yang lolos babak selanjutnya, ada yang harus berhenti pada saat itu juga. Tibalah saatnya di harus bertanding. Setengah jam sebelum pertandingan atau sekitar 4 pertandingan sebelumnya dia harus melakukan pemanasan dan persiapan. Satu pertandingan sebelumnya, dia dan lawannya harus menimbang ulang. Masih sesuai kelas. Berganti pakaian atlet, sedia minum, kotak P3K, dan sebagainya. Dia tak lupa meminta maaf dan dukungan dari teman-temannya, termasuk aku. Aku akan selalu ada untuknya. Ketika namanya dipanggil dia langsung menuju matras hijau. Lihatlah, wajahnya begitu menenangkan, yang sebenarnya adalah dia takut, grogi, tidak pede, bergabung jadi satu, tapi itulah dia, wajah yang sesungguhnya, wajah yang menenangkan. Pertandingan dimulai. Selama pertandingan, aku tak melepaskan pandanganku darinya. Dia begitu lincah, gesit, keras. Sebuah pukulan mendarat di tubuhnya, tidak apa, dia pasti kuat. Beberapa waktu berlalu, saatnya pengumuman pemenang. Hai, dia menampakkan wajahnya yang asli. Namanya keluar sebagai pemenang pada pertandingan kali ini. Aku lihat senyum bahagianya, tak henti-hentinya dia mengucapkan syukur kepada Tuhan. Aku tak lupa mengucapkan selamat kepadanya, bahkan aku yang pertama kali mengucapkannya. Aku tak ingin ada orang lain mendahuluiku. Satu pertandingan terlewati, masih ada 2 pertandingan yang harus dilaluinya. Singkat cerita di pertandingan kedua, dia menang lagi, lolos ke babak selanjutnya. Perempat final. Pertandingan ketiga, saat yang paling menentukan apakah dia masuk final atau berhenti sebagai juara ketiga atau keempat. Dia kelelahan, wajahnya tak meyakinkan. Anggota lainnya khawatir akan kesehatannya. Teman-temannya menanyakan apakah dia siap menghadapi ini?, mereka tidak yakin dengan kondisinya saat itu. Tapi tahukah kamu, apa keputusan yang dia ambil? Tepat sekali, dia memutuskan untuk tetap bertanding. Aku sepenuhnya percaya padanya, dan mendukungnya. Sama seperti pertandingan sebelumnya, dia harus mempersiapkan segala sesuatunya. Ya, namanya dipanggil untuk terjun di matras hijau. Pertandingan yang melelahkan untuknya, disaat kondisinya kurang fit, tapi dia tetap memaksakan kehendaknya, dia yakin dengan dirinya. Aku begitu bahagia ketika namanya disebutkan untuk memastikan dia masuk babak final. Lihatlah, senyumnya pada saat itu. Lolosnya dia ke babak final diikuti beberapa anggota dari SMP nya yang juga lolos babak final. Esok hari. Dia pulang dengan langkah gontai, aku tahu itu. Sesampainya di rumah, “bruk” dia ambruk dan terjatuh...
Waaaaa!

-catatan Eno-

6- 15 Maret 2010. Kenangan yang tak terlupakan sepanjang hidup.
Ini dia kisahnya ... Kisah seseorang yang tak akan hilang dari ingatanku.
Tentu dia ingat tanggal ini, dimana dia untuk kesekian kalinya turun ke pertandingan salah satu cabang olahraga. Salah satu event olahraga Kabupaten Kebumen, sebuah ajang bergengsi untuk diikuti pelajar-pelajar di Kabupaten Kebumen. Hadiahnya cukup membanggakan, sehingga semua peserta berlomba-lomba memperebutkannya. Ini berawal saat di kelas VII SMP, dia memutuskan untuk mengikuti salah satu ekskul di sekolahnya. Ya jarang sekali perempuan sepertinya mengikuti ekskul seperti ini, tapi inilah keputusannya dengan mempertimbangkan berbagai resiko yang harus ia hadapi. Dia berlatih setiap hari selasa dan kamis. Dia berusaha semaksimal mungkin untuk menghadapi event-event seperti itu. Jauh-jauh hari menjelang event besar ini, pak Guru menyeleksi anak-anak untuk mengikutinya. Dari sekian banyak anggota, dia menjadi salah satu yang terpilih mewakili sekolahnya. Saat itu, ada banyak peserta dari kontingen sekolahnya, sekitar 20 anak. Perjuangan dimulai dari sini. Beberapa bulan menjelang event lomba, latihan terus digencarkan. Dari pagi sampe sore, hari ini, lusa, dan besok nya lagi, ah begitu melelahkan katanya. Belum lagi dia harus menghindari makanan yang dapat membuatnya drop. Dia ingat betul ketika pak Guru melarangnya minum es, Nanti kamu tidak kuat di matras hijau itu, kata beliau. Padahal dia suka sekali dengan es. Setiap mau ke kantin dia selalu ingin minum es, tapi melihat larangan ini, dia tak berani minum es. Dia begitu lugu, tak berani melanggar aturan. Dia juga tidak diijinkan makan buah melon, pisang ambon, dan harus memperbanyak makan sayuran seperti kluban, pecel, dan lainnya. Lari keliling desa, lompat, olahraga adalah makanan tiap hari baginya, sampai beberapa keluarganya pun sempat tak tega melihatnya begitu lelah menjalankan rutinitas seperti ini. ‘Tenang saja, rutinitas seperti ini hanya dilakukan beberapa bulan menjelang event itu, setelah itu aku juga akan kembali seperti biasanya’. Hal ini yang membuat orang-orang disekitarnya merasa sedikit lega meskipun sebenarnya tak tega. Waktu tidak lama lagi, event itu semakin mendekat. Ada perasaan takut, tidak percaya diri, nerveos, atau apalah. Singkat cerita, sehari menjelang pertandingan, pendaftaran peserta pun dibuka. Peserta berdatangan dari berbagai penjuru kecamatan. Banyak sekali lawanku, pikirnya. Tapi sosok pembina selalu ada saat anak didiknya merasa down. Semangat. Penimbangan pun dilakukan untuk menentukan kelas mana yang akan dimasuki. Saat itu dia memiliki berat badan 47 kg. Dia masuk kelas J putri, kelas berat ternyata.
Never mind. Sepulang pendaftaran mereka kembali ke sekolah, disana mereka menerima petuah-petuah dari sang pembina. Esok harinya mereka berangkat ke tempat pertandingan. Sesampainya disana, merka langsung ribut melihat berapa banyak lawannya siapa lawannya. Dia langsung mencari namanya tepat di kolom J Putri. Disana ada namanya, dan dilihat ada 7 peserta yang harus ia kalahkan. ‘Kau pasti bisa dapat juara, lihat kamu harus memenangkan tiga pertandingan kamu akan masuk final’. Energi positif mengalir di dirinya. Pertandingan dimulai sekitar pukul delapan. Satu persatu peserta bertanding, hasilnya ada yang lolos babak selanjutnya, ada yang harus berhenti pada saat itu juga. Tibalah saatnya di harus bertanding. Setengah jam sebelum pertandingan atau sekitar 4 pertandingan sebelumnya dia harus melakukan pemanasan dan persiapan. Satu pertandingan sebelumnya, dia dan lawannya harus menimbang ulang. Masih sesuai kelas. Berganti pakaian atlet, sedia minum, kotak P3K, dan sebagainya. Dia tak lupa meminta maaf dan dukungan dari teman-temannya, termasuk aku. Aku akan selalu ada untuknya. Ketika namanya dipanggil dia langsung menuju matras hijau. Lihatlah, wajahnya begitu menenangkan, yang sebenarnya adalah dia takut, grogi, tidak pede, bergabung jadi satu, tapi itulah dia, wajah yang sesungguhnya, wajah yang menenangkan. Pertandingan dimulai. Selama pertandingan, aku tak melepaskan pandanganku darinya. Dia begitu lincah, gesit, keras. Sebuah pukulan mendarat di tubuhnya, tidak apa, dia pasti kuat. Beberapa waktu berlalu, saatnya pengumuman pemenang. Hai, dia menampakkan wajahnya yang asli. Namanya keluar sebagai pemenang pada pertandingan kali ini. Aku lihat senyum bahagianya, tak henti-hentinya dia mengucapkan syukur kepada Tuhan. Aku tak lupa mengucapkan selamat kepadanya, bahkan aku yang pertama kali mengucapkannya. Aku tak ingin ada orang lain mendahuluiku. Satu pertandingan terlewati, masih ada 2 pertandingan yang harus dilaluinya. Singkat cerita di pertandingan kedua, dia menang lagi, lolos ke babak selanjutnya. Perempat final. Pertandingan ketiga, saat yang paling menentukan apakah dia masuk final atau berhenti sebagai juara ketiga atau keempat. Dia kelelahan, wajahnya tak meyakinkan. Anggota lainnya khawatir akan kesehatannya. Teman-temannya menanyakan apakah dia siap menghadapi ini?, mereka tidak yakin dengan kondisinya saat itu. Tapi tahukah kamu, apa keputusan yang dia ambil? Tepat sekali, dia memutuskan untuk tetap bertanding. Aku sepenuhnya percaya padanya, dan mendukungnya. Sama seperti pertandingan sebelumnya, dia harus mempersiapkan segala sesuatunya. Ya, namanya dipanggil untuk terjun di matras hijau. Pertandingan yang melelahkan untuknya, disaat kondisinya kurang fit, tapi dia tetap memaksakan kehendaknya, dia yakin dengan dirinya. Aku begitu bahagia ketika namanya disebutkan untuk memastikan dia masuk babak final. Lihatlah, senyumnya pada saat itu. Lolosnya dia ke babak final diikuti beberapa anggota dari SMP nya yang juga lolos babak final. Esok hari. Dia pulang dengan langkah gontai, aku tahu itu. Sesampainya di rumah, “bruk” dia ambruk dan terjatuh...
Waaaaa!

-catatan Eno-